Ketika Kebijakan Tak Lagi Berpihak
Alkisah,
di sebuah tanah yang subur nan kaya raya. Hiduplah sebuah bangsa yang mereke
menamai dirinya sebagai bangsa Ironisia. Sungguh menggetarkan hati, tanah yang
dilimpahi kekayaan alam, keragaman budaya, hingga keindahan eksotisme alamnya.
Namuns sayang sungguh disayany, bangsa ini pernah dijajah dan tidak pernah
merasakan kekayaan yang melimpah dari tanahnya sendiri. Bangsa yang pernah
begitu lama ditindas dalam ketidak adilan, bangsa yang kadang mengemis untuk makan
ditanahnya sendiri. Sungguh sebuah kebetulan luar biasa. Nasib serta kondisi
bangsa itu ternyata sama dengan nama bangsa itu sendiri. Ironisia.
Hingga
tiba suatu massa, dimana bangsa itu mulai bangkit dari keterpurukannya. Ketika
para pemudanya bergreliya, para tetua ikut ambil alih dalam hal pemikirannya,
para pemuka agama tak henti-hentinya memberi petuah dan nasihat dan para santri
yang semakin merapatkan shaff. Karena perjuangan merekalah, akhirnya Ironisia
mendapatkan kemerdekaan. Akan tetapi, sesuai dengan namanya Ironi. Kebahagaiaan
yang dirasakan bangsa ini hanya bisa dinikmati dalam hitungan jari saja, karena
dalam kurun yang tidak lama kembali penyerangan demi penyerangan dilakukan.
Walaupun
mendapatkan predikat dan stempel bangsa merdeka, bangsa Ironisia masih saja
belum mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluaruh rakyatnya. 60
tahun lebih bangsa Ironisia mendapatkan kemerdekaannya, hingga kini dipimpin
oleh pemerintahan yang masih belum berpihak pada rakyat, khususnya masalah kebijakan.
Sungguh sangat disayangkan ketika negara yang seharusnya kaya raya serta
berkependudukan yang sejahtera hanyalah isapan isu belaka. Karena
kebijakan-kebijakan banyak yang lebih mengarah pada mereka yang berkedudukan
serta memiliki status sosial diatas rata-rata. Pribumi menjadi kuli, sedangkan
tuannya adalah bangsa asing. Pribumi hanya mampu menangis keringat dan air
mata, sedangkan asing berpesta pora dengan hasil bumi yang diperoleh dari tanah
bangsa Ironisia.
Mereka
yang beragama sudah banyak yang menjadi budak dunia, hingga akhirnya injak
bawah untuk melaju keatas dan tarik atas untuk mendapatkan keuntungan. Amanah
tidak lagi diperhitungkan, kemanusiaan tidak lagi diperdulikan, hingga keadilan
sudah menjadi hal yang langka.
Sungguh
ironis seperti namanya bangsa Ironisia. Mereka yang jujur dan berada pada pihak
yang benar harus digusur dan dijerumuskan dalam lubang yang dalam. Mereka yang
jujur dibungkam paksa dengan bermacam cara. Mereka yang adil dan membela sesama
mulai diasingkan seperti bukan bangsa sendiri. Hingga banyak diantara kalangan
bawah lebih memilih hidup di negeri impian daripada negeri nyata yang tidak
berpihak padanya.
Sungguhlah
ironis nasib bangsa Ironisia. Kebijakan-kebijakan publik sudah tidak lagi bisa
mendukung kesejahteraan untuk rakyat kecil. Janji-janji para petinggi hanya
sekedar janji manis belaka, bahkan semutpun enggan menghampirinya.
Janji
yang awalnya disama ratakan keadilannya menjadi timpang dan berat sebelah.
Padahal seharusnya, sebelum benar-benar bisa mendunia sudah sepantasnya
terlebih dahulu untuk memberikan keselarasan pada bangsaya. Mereka yang jenius
dan memiliki ide cemerlang untuk bangsa dikucilkan dan dibuang jauh dinegara
orang.
Bangsa Ironisia kini sedang dalam fase keritis. Produk lokal sudah tidak diperdulikan dipasaran, hasil pertanian lokal hanya menjadi lambang karena kebijakan sudah tak lagi berpihak. Hukum semakin dibutakan, dimana ketika rakyat kecil bersalah langsung mendapatkan hukuman, akan tetapi malah terjadi sebaliknya jika mereka yang bermerk mendapatkan masalah dalam bidang hukum. Memfitnah, adu domba antar sesama sudah menjadi makanan sehari-hari bangsa Ironi.
Kepercayaan dan keyakinan putra-putri bangsanyalah yang kemudian menguatkan, mereka berkeyakinan bahwa akan tiba suatu massa dimana negeri yang elok akan menjadi pusat perhatian dunia karena kesejahteraan bangsanya.
Autor: Ilham Sadli
Belum ada Komentar untuk "Ketika Kebijakan Tak Lagi Berpihak"
Posting Komentar