Bagaimana Islam Memaknai Cinta
Bagaimana islam menyikapi emosi cinta yang selalu membawa
kebahagiaan, namun sering juga membawa malapetaka bagi pecinta maupun yang
dicintainya, adakah cinta yang sejati, dan bagaimana pula pengaruhnya
terhadap manusia. Pada Pembahasan ini kita akan membahas bagaiaman islam memandang
cinta itu sebenarnya. Memaknai cinta yang sebenarnya, tentu kita harus mengambil
dari sumber yang yang benar pula, yakni Al-Qur’an dan Hadits. Karena apabila
kita membicarakan mengenai maslah cinta maka yang paling pertama ada dalam
fikiran kita adalah cinta terhadap lawan jenis maka agar kita tidak terjerumus
dalam hal-hal yang memiliki mudharat yang besar, maka mari kita mulai
membahasnya.
Diantara langkah syaitan dalam menggoda dan menjerumuskan
manusia adalah dengan memutuskan tali hubungan antara sesama umat Islam.
Ironinya, banyak umat Islam terpedaya mengikuti langkah langkah syaitan itu.
Mereka menghindar dan tidak menyapa saudaranya sesama muslim tanpa sebab yang
dibenarkan syara’.
Misalnya karena percekcokan masalah harta atau karena
situasi buruk lainnya. Terkadang, putusnya hubungan tersebut langsung terus
hingga setahun. Bahkan ada yang sumpah untuk tidak mengajaknya bicara selama-lamanya,
atau bernadzar untuk tidak menginjak rumahnya. Apabila secara tidak sengaja
berpapasan di jalan ia segera membuang muka. Apabila bertemu di suatu majlis ia
hanya menyalami yang sebelum dan sesudahnya dan sengaja melewatinya. Inilah
salah satu sebab kelemahan dalam masyarakat Islam. Karena itu, hukum
syariat dalam masalah tersebut amat tegas dan ancamanya pun sangat keras.
Abu Hurairah Radhiallahu’anhu berkata, Rasululloh
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Tidak halal seorang
muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga
hari, barang siapa memutuskan lebih dari tiga hari dan meninggal maka ia masuk
neraka” (HR: Abu Dawud, 5/215, Shahihul Jami’: 7635).
Abu khirasy Al Aslami berkata, Rasululloh Saw bersabda,
“Barangsiapa memutus hubungan dengan saudaranya selama setahun maka ia seperti
mengalirkan darahnya (membunuhnya) “ (HR: Al Bukhari Dalam Adbul Mufrad no
: 406, dalam Shahihul Jami’: 6557).
Untuk membuktikan betapa buruknya memutuskan hubungan antara
sesama muslim cukuplah dengan mengetahui bahwa Allah menolak memberikan ampunan
kepada mereka.
Dalam hadits riwayat Abu Hurairah Ra, Rasululloh Saw
bersabda, yang artinya: “semua amal manusia diperlihatkan (kepada Allah)
pada setiap Jum’at (setiap pekan) dua kali; hari senin dan hari kamis. Maka
setiap hamba yang beriman diampuni (dosanya) kecuali hamba yang di antara
dirinya dengan saudaranya ada permusuhan. Difirmankan kepada malaikat:
”tinggalkanlah atau tangguhkanlah (pengampunan untuk) dua orang ini sehingga
keduanya kembali berdamai” (HR: Muslim: 4/1988).
Apabila salah seorang dari keduanya bertaubat kepada Allah,
ia harus bersilaturrahim kepada kawannya dan memberinya salam. Apabila ia telah
melakukannya, tetapi sang kawan menolak maka ia telah lepas dari tanggungan
dosa, adapun kawannya yang menolak damai, maka dosa tetap ada padanya.
Abu Ayyub Ra meriwayatkan, Rasululloh Saw
bersabda, yang artinya: “Tidak halal bagi seorang laki-laki memutuskan
hubungan saudaranya lebih dari tiga malam. Saling berpapasan tapi yang ini
memalingkan muka dan yang itu (juga) membuang muka. Yang terbaik di antara
keduanya yaitu yang memulai salam” (HR: Bukhari, Fathul Bari: 10/492).
Tetapi apabila ada alasan yang dibenarkan, seperti karena ia
meninggalkan shalat, atau terus menerus melakukan maksiat sedang pemutusan
hubungan itu berguna bagi yang bersangkutan misalnya membuatnya kembali kepada
kebenaran atau membuatnya merasa bersalah maka pemutusan hubungan itu hukumnya
menjadi wajib. Tetapi apabila tidak mengubah keadaan dan ia malah berpaling,
membangkang, menjauh, menantang, dan menambah dosa maka ia tidak boleh
memutuskan hubungan dengannya. Sebab perbuatan itu tidak membuahkan maslahat
tetapi malah mendatangkan madharat. Dalam keadaan seperti ini, sikap yang benar
adalah terus-menerus berbuat baik dengannya menasehati, dan mengingatkannya.
Belum ada Komentar untuk "Bagaimana Islam Memaknai Cinta"
Posting Komentar