Masyarakat Adat Layaknya Avatar, Penjaga Alam yang Sebenarnya
Ilhamsadli.com,- Kalau mendengar kata Masyarakat Adat, pasti banyak yang masih asing, tetapi ketika mendengar kata Avatar sebagian besar orang sudah tahu. Entah itu Avatar pengendali udara, bumi, air dan api atau Avatar si mahluk biru yang hidup menjaga keseimbangan alam. Sedangkan kita yang kadang mengaku pecinta alam malah secara tidak sadar merusak alam itu sendiri. Memang sedikit miris jika dipikirkan, akan tetapi memang begitu adanya.
Setelah bergabung bersama Eco Blogger Squad, dimana mempelajari banyak hal tentang keseimbangan alam dan lingkungan. Kemudian seakan terbuka pintu pandora, bahwa sebenarnya dari hal-hal sederhana yang kita anggap sepele merupakan peran penting dari Masyarakat Adat. Kenapa demikian? Karena masyarakat adat ini hanya mengambil seperlunya hasil alam, untuk bertahan hidup sehingga lingkungan sekitar tetap seimbang. Oksigen yang bersih, air yang jernih menjadi dua diantaranya di sekitar kita namun tidak sadar bahwa semuanya bermuara di Masyarakat Adat.
Kenangan Masa Kecil yang Bahagia
Ketika masih kecil, masih hangat dalam ingatan bagaimana alam memberikan banyak hal. Sederhananya adalah ketika musim penghujan tiba selalu memasang perangkap ikan di kali, segala jenis ikan hingga belut bisa didapatkan dengan mudah. Sekarang sudah tidak bisa lagi, karena alamnya sudah dipenuhi sampah plastik atau bahkan sampah rumahan.
Atau di belakang rumah masih sering ditemukan burung puyuh untuk dikejar, namun kini sudah tidak sebanyak yang dulu. Karena memang lahan yang dulu dimanfaatkan untuk perkebunan sudah berubah menjadi kawasan pemukiman warga. Apalagi isunya dalam waktu dekat akan mulai dijual tanah sekitaran sana untuk dibangun gedung yang entah apa.
Hal yang paling saya nikmati ketika kecil adalah banyak sekali jenis buah di kebun, dan setelah memetiknya biasanya mandi di sungai. Serta pengalaman yang tidak pernah terlupakan adalah pengalaman pernah meminum air sawah, namun sekarang sudah tidak berani lagi. Namun mulai masa peralihan itu setelah tahun 2010 yaitu mulainya pembangunan bandara international. Seakan semuanya menjadi berubah lumayan banyak, seperti halnya jarangnya turun hujan.
Setelah berganti generasi, rumah adat yang lantainya menggunakan kotoran sapi dan atapnya menggunakan ilalang sudah jarang ditemukan. Hanya ditemukan di desa wisata atau salah satu desa di kaki gunung Rinjani, karena sudah mulai ada istilah moderenisasi.
Tergesernya Masyarakat Adat dan Menipisnya Kebaikan Alam
Munculnya moderisasi ini memang terlihat secara kasat mata ada perkembangan teknologi dan seterusnya, namun unsur lokalitas juga perlahan tergeser. Bermula dari mulai hilangnya cerita-cerita mengenai pendahulu dan sejarah sebuah adat, hingga pada akhirnya hanya mereka yang peduli yang mempertahankan adat tersebut dalam lingkaran bernama masyarakat adat.
Kalau diminta menjelaskan mengenai apa itu masyarakat adat, maka mungkin secara singkatnya aku akan menjawab bahwa masyarakat adat itu adalah rumah. Karena peran mereka dalam menjaga rumah (bumi) bukanlah hal yang biasa. Tugas besar dan berat, karena pada faktanya di lapangan masih sering mendapatkan stigma sebagai “kolot, tertinggal, pedalaman, hingga primitif”. Padahal pola pikir mereka jauh lebih maju daripada warga kota. Contoh sederhananya adalah mereka selalu menanam pohon yang bisa berkepanjangan seperti kelapa, bukan untuk dinikmati sendiri tetapi untuk anak cucunya, bahkan mereka tidak bisa merasakan buahnya.
Penjaga warisan budaya pastinya adalah seorang masyarakat adat, namun karena atas nama perkembangan ekonomi dan pembangungan, pemukiman mulai digeser serta mulai dipenuhi dengan moderenisasi. Banyak sekali pembangunan industri yang mengorbankan masyarakat adat, hingga kebijakan yang tidak kunjung disetujui. Entah apa alasannya, tetapi semakin lama disahkannya kebijakan yang berpihak pada masyarakat adat ini jangan sampai membuat masyarakat adat malas menjaga alam.
Kalau sudah demikian, terus siapa yang akan diandalkan untuk menjaga alam? Avatar di dunia fantasi atau Avatar di dunia nyata yang berwujud masyarakat Adat. Beberapa masyarakat adat yang sampai kini masih eksis misalnya adalah masyarakat Tengger, Badui, Dayak hingga suku suku di daerah Indonesia Timur. Sungguh apa yang kita nikmati (udara dan air hingga hasil bumi yang sehat) bersumber dari keringat dan jerih payah mereka.
Informasi penting seperti ini tiada lain dan tiada bukan didapatkan dari masyarakat adat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Organisasi kemasyarakatan (ORMAS) independen yang anggotanya terdiri dari komunitas-komunitas Masyarakat Adat dari berbagai pelosok Nusantara. AMAN terdaftar secara resmi di Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Bahkan keberadaan mereka diakui secara legal oleh PBB dan diberikan penghargaan yaitu “Skoll Award for Social Innovation” dari The Skoll Foundation. Organisasi nirlaba yang berbasis di Palo Alto, California, Amerika Serikat.
Lalu darimana sumberdananya? Semua sumber dananya bukanlah dari APBN melainkan dari Dana sendiri (karena nirlaba) yang disebut sebagai Dana Nusantara. Seiring dengan perubahan iklim yang terjadi serta peran penting Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (MAKL) yang berada di garis depan pengurangan emisi. Mereka adalah penyumbang terbesar bagi pelestarian hutan dan keanekaragaman hayati budaya. Telah didokumentasikan dengan jelas bahwa 80% keanekaragaman hayati dunia dilindungi dan dikelola oleh MAKL Namun, dukungan langsung untuk mereka sangat minim.
Padahal seharusnya kita tidak membiarkan mereka berjuang sendiri, karena menjaga bumi dan alam bukan hanya tugas mereka. Dalam Al-Qur’an bahkan diatur bagaimana manusia harus betindak, karena sebenarnya manusia adalah sumber kerusakan itu sendiri. Seorang muslim ataupun non muslim haruslah menjaga hubungan baik dengan Tuhan, hubungan baik dengan sesama dan hubungan baik dengan alam sekitar.
Sudah saatnya mata kita terbuka lebar serta tangan kita terbuka lebar untuk peduli pada alam serta mereka yang terus berjuang mengemban amanah yang mulia ini. Jika pemerintah belum juga mengesahkan RUU ini, nampaknya pemerintah yang memiliki legacy belum terlalu serius menanggapi hal ini. Karena kini era sudah berubah, dimana harus viral terlebih dahulu baru ditindak, maka di sini peran kita semua sebagai netizen di sentuhan jari untuk ikut bergerak. Karena alam akan menjaga kita jika kita juga menjaganya dengan baik.
Belum ada Komentar untuk "Masyarakat Adat Layaknya Avatar, Penjaga Alam yang Sebenarnya"
Posting Komentar