Wanita dan Kusta: Beradaptasi dan berkarya di tengah gempuran stigma serta diskriminasi
Ilhamsadli.com,- Wanita dan Kusta di mata masyarakat adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan kasus kusta ini masih menjadi PR untuk pemerintah yang sekarang serta tantangan untuk pemerintah yang akan datang. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Kesehatan per tanggal Data per 24 Januari 2022 mencatat jumlah kasus kusta tedaftar sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus.
Masalah penyakit kusta ini memang tidak bisa diabaikan oleh pemerintah dan kita semua. Terlebih lagi memang kusta hingga saat ini tercatat sebagai salah satu masalah kesehatan dengan dampak yang kompleks. Bukan Cuma perkara medis melainkan merambah ke kehidupan dan masalah sosial, ekonomi dan budaya, apalagi masih banyak ditemukan stigma dan diskriminasi di masyarakat untuk para penderita, OYPMK (Orang yang pernah mengalami kusta).
Penyakit Kusta dan Cara Penularannya
Penyakit kusta atau penyakit Hansen
adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Karena penyebabnya
adalah bakteri, jadinya kusta ini termasuk dalam golongan penyakit menular
serta berakhir pada cacat yang diberikan pada pengidapnya. Karena efek dari
penyakit inilah yang menjadi salah satu penyebab pengidapnya bahkan orang yang
pernah mengidap kusta pun masih mendapatkan stigma.
Talkshow Ruang Publik KBR persembahan NLR Indonesia "Wanita dan Kusta" |
Menurut Halodoc, bakteri penyebab penyakit kusta ini bisa menyebar melalui percikan ludah (droplets) atau dahak yang dihasilkan ketika penderitanya bersin. Namun satu catatan penting bahwa penyakit kusta ini tidak menular sembarang seperti flu biasa. Faktanya, seseorang bisa tertular kusta apabila pernah mengalami kontak dengan pengidapnya dalam waktu yang lama.
Berdasarkan penelitian,
sebenarnya pria lebih rentang untuk terkena kusta. Menurut Kementerian
Kesehatan RI tahun 2014, laki-laki cenderung lebih sering terserang penyakit
infeksi dibanding wanita. Rendahnya kasus kusta pada wanita dapat terjadi
karena faktor lingkungan, biologi, dan gaya hidup. Menurut penelitian dari WHO
dengan mengambil sampe 202 pasien kusta di Preto Brazil telah menemukan bahwa
adanya kusta makin memperburuk ketidaksetaraan gender.
Memang diagnosis kusta ini
menyebabkan reaksi emosional negatif, tetapi entah kenapa stigma negatif cenderung
lebih besar dirasakan oleh wanita. Akibatnya, stigma negatif ini berdampak
dalam berbagai hal dalam kehidupan seorang wanita, meskipun itu di lingkungan
keluarga hingga orang sekitar. Maka tidak heran maka banyak wanita yang
menyembunyikan penyakitnya ini dari keluarganya, karena banyak ketakutan
termasuk takut menularkan ke orang tersayang.
Kisah Perjuangan Yualiati: OYPMK yang berhasil Beradaptasi dan Tetap Bisa Berkarya
Stigma negatif dan diskriminasi
untuk penderita kusta hingga OYPMK ini masih terus berlanjut. Seperti yang
diceritakan oleh mbak Yuliati dalam Talkshow Ruang Publik KBR dari NLR Indonesia
di 30 agustus 2023 lalu. Pengalaman mbak Yuliati ini terbilang sangat berat hingga
akhirnya bisa beradaptasi dan tetap berkarya hingga sekarang.
Diceritakan oleh mbak Yuliati
sebagai Ketua PerMaTa SulSel dan OYPMK menyampaikan bahwa ia akhirnya tahu
terkena kusta itu di tahun 2011. Tetapi butuh waktu setahun untuk mengumpulkan
informasi dan menyakinkan diri bahwa penyakit yang diidap adalah kusta. Mbak
Yuliati mencertakan bahwa ketika ia yakin mengidap kusta, ia sampai memutuskan
untuk berhenti kuliah, tujuannya adalah agar keluarga dan orang sekitarnya
tidak tahu kalau ia mengidap kusta.
Keputusan itu tidak diambil sembarangan, namun karena ketika itu stigma negatif mengenai penyakit kusta dan akibatnya sangat menyeramkan. Bahkan sampai pihak keluarga menanyakan mengenai alasan mbak Yuliati berhenti kuliah. Pacarnya ketika itu juga akhirnya tidak berhubungan lagi karena sudah takut duluan dengan stigma pengidap kusta. Karena tekanan dari sana sini dan tidak adanya informasi yang akurat, membuatnya sempat berniat bunuh diri.
Karena kehabisan akal yang kemudian membuat mbak Yuliati mengaku pada keluarga. Alhamdulillahnya ternyata pihak keluarga mensupportnya untuk terus bisa sembuh. Tentunya ini menjadi langkah awal ia mengalami proses penyembuhan dan perlahan beradaptasi.
Berdasarkan keterangannya dalam Talkshow bersama KBR kemarin, Awal pemeriksaan
Yuliati didiagnosa pausi basiler, karena baru terdapar sedikit bercak mati rasa
di ibu jari kaki. Tapi setelah selesai RFT (release from treatment), Yuliati
mengalami reaksi. Setelah pemeriksaan BTA, ternyata masih didiagnosa positif 10
atau multi basiler, dan masih harus berobat selama 1 tahun.
Peran PerMaTa Sulawesi Selatan Dalam Proses Pemulihan Yuliati
Salah satu penyebab bisa sembuh
secara maksimal bagi penderita Kusta adalah faktor mental dan keluarga. Mbak
yuliati berpesan bagi para penderita kusta untuk menceritakan pada orang
terdekat serta minta dukungan untuk proses sembuh. Terlebih lagi bisa langsung
ke Puskesmas agar dilakukan tindakan lanjutan.
Jangan pernah merasa sendiri,
seperti mbak Yuliati yang dulu bersama PerMaTa di Sulawesi Selatan, sebuah
organisasi dari dan untuk orang-orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK). Di di
sanalah bisa saling menguatkan satu sama lain, baik yang masih mengalami kusta
maupun yang sudah sembuh.
Dari sanalah mbak Yuliati belajar
berdasarkan pengalaman anggota mengenai cara menghadapi kusta dan bangkit
setelahnya. Bahkan yang hingga mengalami disabilitas pun mereka masih tetap
bisa menikmati hidup. Satu langkah pasti yang dilakukan oleh mbak Yuliati ini
adalah terus bergerak memberikan sosialisasi untuk menyadarkan masyarakat
terkait stigma yang melekat.
Sumber:
http://p2p.kemkes.go.id/mari-bersama-hapuskan-stigma-dan-diskriminasi-kusta-di-masyarakat/
https://www.halodoc.com/artikel/pria-atau-wanita-yang-lebih-rentan-terhadap-kusta
Belum ada Komentar untuk "Wanita dan Kusta: Beradaptasi dan berkarya di tengah gempuran stigma serta diskriminasi"
Posting Komentar